"Jangan bertransaksi di pasar kami
kecuali orang yang telah memahami agama."
('Umar bin Khaththab)
Ahmad didatangi Rudi, kawan lamanya. Rudi menawarkan beberapa buah
produk dengan segudang manfaat, namun tidak dijual bebas. Kata Rudi, jika Ahmad
berminat, ia disarankan untuk mendaftar menjadi member sebuah perusahaan MLM
yang diikutinya. Dengan begitu, Ahmad bisa mendapatkan produk-produk eksklusif
itu dengan diskon khusus plus. Plus-nya adalah Ahmad
berkesempatan mensponsori/ merekrut kawan-kawannya untuk turut bergabung, dan
atas usahanya itu ia akan mendapatkan bonus. Bonus akan semakin besar jika
mereka yang telah direkrut Ahmad berhasil merekrut lagi, begitu dan seterusnya.
Bonusnya pun bermacam-macam. Mulai dari uang berjumlah jutaan rupiah, sepeda
motor, rumah mewah, kapal pesiar, dan bahkan pembiayaan pelaksanaan ibadah haji.
Mungkin ada di antara pembaca yang pernah diprospek—begitu orang-orang MLM
menyebutnya—seperti tergambar dalam ilustrasi di atas.
Multi Level Marketing (MLM) atau ada juga yang menyebut dengan
Network Marketing telah dikenal di Indonesia sejak lebih dari 15 tahun yang
lalu. Banyak perusahaan MLM mengklaim sistem dan produk mereka telah
mendapatkan sertifikat halal dari pihak berwenang. Benarkah MLM halal?
Keluar dari Tujuan Utama Jual Beli
Tujuan utama dari membeli suatu produk/barang adalah memiliki produk/barang
tersebut karena suatu kebutuhan. Saat seseorang bergabung dalam sebuah MLM,
mungkin tujuan semulanya adalah mendapatkan harga murah (diskon khusus member).
Namun seiring dengan bergulirnya waktu, ia akan didorong untuk mencari member
baru dan mengokohkan jaringan—baik piramida, binary, maupun yang lain—ditambah
dengan membeli produk sampai batas tertentu (tutup poin) untuk mendapatkan
bonus. Pay to play. Jika tidak menutup poin, maka keseluruhan atau
sebagian bonus akan hilang.
Membeli produk demi bonus hukumnya sama dengan hukum menerima bonus.
Para fuqaha` punya kaidah, lilwasaail hukmul maqaashid (hukum
sebuah sarana sama dengan hukum tujuannya) dan al-umuuru bimaqaashidiha
(hukum semua perkara tergantung kepada maksudnya). Jika hukum menerima bonus
jenis ini—tidak semua jenis bonus hukumnya mubah—haram, maka hukum membeli
dengan tujuan mendapatkan bonus jenis ini pun haram.
Bonus yang riba
Dalam fatwa no. 22935 tertanggal 14/3/1425 H. Lajnah Daimah lil
Buhuts al-'Ilmiyah wal Ifta` yang diketuai oleh Syaikh `Abdul`Aziz Al al-Syaikh
dan beranggotakan Syaikh Shalih al-Fawzan, Syaikh `Abdullah al-Ghudayan, Syaikh
`Abdullah al-Mutlaq, Syaikh `Abdullah al-Rakban, dan Syaikh Ahmad al-Mubaraki
menyatakan bahwa belanja yang dilakukan oleh member dengan tujuan mendapatkan
bonus uang dan yang lainnya termasuk riba. Dua jenis riba, fadhal dan nasi`ah
ada pada transaksi tersebut. Yang demikian itu karena umumnya member berbelanja
dengan tujuan menutup poin supaya mendapatkan bonus yang jumlahnya lebih besar
daripada uang yang dikeluarkannya. Mengeluarkan uang yang sedikit untuk
mendapatkan uang yang lebih banyak adalah riba fadhal. Mengeluarkan uang
sekarang untuk mendapatkan uang di kemudian hari adalah riba nasi`ah.
Bonus yang gharar
Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Hurairah ra. yang
berisi larangan jual beli gharar (mengandung ketidakjelasan/spekulasi). Dalam
praktiknya, bonus yang dijanjikan kepada member dengan syarat tutup poin
belumlah pasti alias spekulatif atau mengandung gharar.
Besaran bonus yang akan diterima oleh member dikaitkan dengan
besaran belanja downline-downline yang ada di bawahnya. Padahal besaran belanja
para downline tidaklah pasti. Bahkan belanja-tidaknya mereka pun tidak pasti.
Mau menutup poin, jangan-jangan para downline tidak belanja banyak. Tidak
menutup poin, jangan-jangan para downline belanja banyak.
Dua macam transaksi dalam satu transaksi
Ketika seseorang mendaftar menjadi member sebuah MLM dengan membayar
sejumlah uang, dia mendapatkan produk/barang atau tidak mendapatkannya. Baik
mendapatkan maupun tidak, dua-duanya mempraktikkan dua transaksi dalam satu
transaksi.
Bagi yang mendapatkan barang, mungkin barang yang didapatnya itu
diperoleh atas pembayaran yang dilakukannya. Itu satu transaksi. Transaksi
kedua yang dilakukannya adalah dia mendaftar untuk menjadi pencari member.
Bagi yang tidak mendapatkan barang, selain dia mendaftar untuk menjadi
pencari member, dia telah bertransaksi riba: membayar sejumlah uang untuk
mendapatkan uang (bonus) yang lebih besar.
Mengenai dua macam transaksi dalam satu transaksi—bahkan jika
keduanya sama-sama boleh—dilarang oleh Rasulullah saw. sebagaimana diriwayatkan
oleh Imam Ahmad, al-Bazzar, dan al-Haytsamiy.
Akad di atas akad
Setelah bersepakat mengenai adanya dua transaksi dalam satu
transaksi, para ahli fiqh kontemporer berbeda pendapat: termasuk jenis akad
apakah pencarian downline oleh member. Sebagian berpendapat, itu termasuk akad wakalah
bil ujr. Dalam hal ini member menjadi agen MLM untuk menjual barang dan
mencari member sehingga dia mendapatkan bonus. Sebagian berpendapat, itu
termasuk akad samsarah; hal mana member menjadi broker atau makelar yang
menghubungkan antara perusahaan MLM dengan member baru. Sebagian yang lain
berpendapat, pencarian downline ini termasuk akad ju'alah; hal mana member
mendapatkan bonus (yang masih belum jelas) apabila berhasil merekrut downline.
Sampai di situ tidak bermasalah. Masalahnya adalah bonus yang
didapat oleh member bukan merupakan cerminan member terikat dengan salah satu
dari akad yang diperdebatkan itu. Nyatanya, member terikat dengan salah satu
dari akad itu secara bertingkat. Wakalah bil ujr 'ala wakalah bil ujr 'ala
wakalah bil ujr dan seterusnya, atau samsarah 'ala samsarah 'ala
samsarah dan seterusnya, atau ju'alah 'ala ju'alah 'ala ju'alah dan
seterusnya. Bonus yang diterima oleh member adalah persentase yang dikaitkan
dengan belanja para downline yang berada tepat di bawahnya, ditambah dengan
persentase yang dikaitkan dengan belanja para downlie di bawah para downline
yang berada tepat di bawahnya dan seterusnya.
Bonus dari downlinenya downline dan seterusnya inilah yang dipertanyakan.
Dalam konsep Islam, pindahnya kepemilikan harus jelas transaksi yang
mendasarinya. Jika tidak, ini termasuk mengambil harta orang lain (dalam hal
ini perusahaan) secara batil. Batil dalam pengertian tidak berdasarkan aturan
Islam.
Kebohongan Terselubung
Seringkali perusahaan MLM mengklaim, harga produk mereka lebih murah
daripada harga produk sejenis yang dipasarkan secara konvensional karena dengan
MLM mereka dapat memangkas bea iklan dan distribusi. Mereka sering mengatakan
MLM tidak perlu beriklan. Juga, selisih antara biaya produksi dan harga jual
produk non-MLM jauh lebih tinggi daripada selisih antara biaya produksi dan
harga jual produk MLM.
Nyatanya, beberapa MLM beriklan di media massa. Selain itu, jika
dinalar dan dihitung secara cermat, selisih antara biaya produksi dan harga
jual produk MLM harus tinggi. Jika tidak, perusahaan tidak akan dapat
memberikan bonus jutaan rupiah, mobil mewah, rumah elit, kapal pesiar, dan
lain-lain kepada member.
Penulis pernah menghitung. Ternyata selisih antara biaya produksi
dan harga jual (harus) lebih dari 100 persen. Produk yang memakan biaya
produksi Rp. 25.000 harus dijual dengan harga di atas Rp. 50.000. Jika tidak,
bonus-bonus yang dijanjikan hanya akan menjadi isapan jempol belaka.
Masih banyak lagi kebohongan-kebohongan terselubung yang seringkali
dilakukan oleh member ketika memprospek calon member. Misalnya, bonus besar
dengan modal kecil, mereka yang gagal adalah yang tidak bekerja keras, dan lain
sebagainya.
Sejarah MLM
Asal-muasal MLM adalah skema Ponzi yang dikenalkan oleh Charles K.
Ponzi. Ponzi lahir tahun 1882. Dia adalah seorang imigran asal Itali yang
berangkat ke Canada tahun 1903. Dia ditangkap karena melakukan pemalsuan dan
dipenjara di Canada. Sepuluh hari lepas dari penjara, kembali dia ditangkap
karena melakukan penyelundupan orang ke Amerika dan kemudian ditahan penjara
Atlanta.
Pada tahun 1920 Ponzi dan perusahaannya jasa “kupon pos” di Boston
menjadi perbincangan di Pantai Timur Amerika. Dia berhasil meraup 9,5 juta
dollar dari 10.000 investor dalam waktu singkat, dengan menjual surat
perjanjian yang berbunyi: “Dapatkan 55 sen untuk setiap sen, hanya dalam waktu
45 hari.”.
Ponzi kemudian disidangkan dengan tuduhan melakukan penipuan
finansial. Metodanya dia namakan “Buble Burst” (secara harfiyah berarti ledakan
gelembung), dan kemudian kita kenal menjadi “skema Ponzi”. Ponzi kemudian
berusaha kabur ke Itali pada saat sidang sedang ditunda, akan tetapi diculik
oleh Sherrif saat kapalnya bersandar di New Orleans. Ponzi dibawa ke negara
bagian Texas kemudian dipindahkan ke Massachusset, dan akhirnya di ektradisi ke
Itali.
Oleh: Ustadz Imtihan asy-Syafi'i
0 comments:
Post a Comment