Perbedaan pendapat diantara umat Islam adalah suatu keniscayaan
dalam kehidupan beragama. Sewajarnya, antara pihak yang berbeda pendapat itu
dapat mengutamakan sikap saling menghormati dan menjaga kerukunan, sebagaimana
dicontohkan para ulama terdahulu ketika mereka saling berbeda pendapat.
Jika kita tengok sejarah panjang khazanah ilmiah Islam, maka
kita akan melihat ribuan perbedaan pendapat antar ulama yang diakui
keilmuannya. Tapi, diantara mereka bisa saling memahami, tanpa menimbulkan
gesekan horisontal yang tajam. Justru yang biasa ribut adalah kelompok orang
awam, yang dasar keilmuan masih minim. Mereka mengedepankan emosi, tanpa
dibimbing ilmu yang memadai.
Berikut, akan kami tuliskan 11 hal penting yang berkaitan dengan
Bab Perbedaan Pendapat di kalangan umat Islam, yang dikutip dari tulisan
Al-Ustadz Muhammad Abduh Negara, silahkan disimak dengan seksama:
1. Perbedaan pendapat di kalangan ulama adalah hal yang wajar,
bukan sesuatu yang buruk, bahkan pada keadaan tertentu, ia merupakan rahmat dan
keluasan bagi umat Islam.
2.
Di antara penyebab terjadinya perbedaan pendapat di kalangan ulama: (a)
perbedaan dalam menilai status hadits (shahih atau dhaif, dan seterusnya), (b)
perbedaan dalam memahami makna-makna yang terkandung dalam nash, (c) perbedaan
dalam menilai kehujjahan sebagian sumber-sumber fiqih, semisal mashalih mursalah,
syar'u man qablana, dan lain-lain, (d) perbedaan dalam kaidah-kaidah ushul
fiqih, dan sebab-sebab lainnya.
3.
Tidak semua ikhtilaf itu diakui. Ada ikhtilaf yang terlarang, dan pelakunya
(orang yang mengeluarkan pendapat yang berselisih ini) terkena dosa. Ikhtilaf
terlarang jika: (a) Bertentangan dengan nash yang qath'i, baik tsubut maupun
dilalahnya, (b) Bertentangan dengan ijma' yang pasti (bukan sekadar klaim
ijma', (c) Yang berpendapat bukan orang yang layak berijtihad, (d) Yang
berpendapat adalah mujtahid, namun ia tak bersungguh-sungguh dalam ijtihadnya.
4.
Ada pula ikhtilaf yang pada dasarnya boleh (tidak terlarang seperti di poin 3),
namun karena motivasi dan tujuannya buruk, akhirnya menjadi terlarang, yaitu:
(a) Ikhtilaf itu dalam rangka memenuhi hasrat hawa nafsu (kebencian,
menang-menangan, dan lain-lain), bukan benar-benar untuk mencari kebenaran, (b)
Ikhtilaf tersebut melahirkan permusuhan dan perpecahan di antara dua orang yang
berselisih, bahkan memecah-belah umat Islam.
5.
Dari poin 3 dan 4, bisa dipahami, tak semua pendapat yang dilontarkan oleh orang-orang
saat ini, dianggap ikhtilaf yang diakui. Pendapat-pendapat nyeleneh semisal
kebolehan liwath (homoseksual) dan semisalnya, jelas bukan ikhtilaf yang
diakui.
6.
Adanya perbedaan pendapat di kalangan ulama, bukanlah alasan bagi kita untuk
mengambil suka-suka pendapat mana saja yang ada, yang kira-kira paling enteng
untuk dikerjakan, tanpa ada udzur (tatabbu' rukhash tanpa ada hajat yang
dibenarkan).
7.
Terkait poin 6, bagi orang yang memiliki kemampuan melakukan tarjih (memilih
pendapat yang terkuat dari pendapat-pendapat yang ada, dengan standar ilmu
syar'i yang memadai), silakan pilih pendapat yang menurut hasil kajiannya
paling kuat.
8.
Masih terkait poin 6, bagi yang tak memiliki kemampuan tarjih, silakan ikut
pendapat ulama yang ia kenal kemasyhuran ilmunya, atau kewara'annya, atau ikuti
mufti yang ada di tempatnya berada.
9.
Setiap orang yang telah memilih salah satu pendapat dari pendapat-pendapat
ulama yang ada, perlu menghormati pendapat ulama lain yang tidak ia ikuti,
sekaligus menghormati orang lain yang mengikuti pendapat ulama lain tersebut.
Tidak boleh bermusuhan dan berpecah-belah, hanya karena berbeda ulama yang
diikuti.
10.
Ikhtilaf ulama terjadi pada furu' aqidah maupun fiqih. Dalam fiqih, ikhtilaf
ulama terjadi dalam bab ibadah, muamalah, bahkan siyasah (politik). Siapapun
yang mengikuti pendapat sebagian ulama dalam persoalan-persoalan ini, perlu
menghormati dan bersikap toleran terhadap pihak lain yang mengikuti pendapat
yang berbeda.
11.
Diskusi ilmiah, bagi yang mampu, dipersilakan untuk menentukan pendapat mana
yang terkuat. Namun, diskusi ilmiah ini tempatnya di forum ilmiah, bukan di
tempat umum, terlebih di hadapan kalangan umum yang tidak mengerti persoalan
ini, yang bisa jadi malah membuat rusuh dan saling benci.
0 comments:
Post a Comment